Tambang di Teluk Kelabat Dalam Dihentikan, Janda Paruh Baya Ini Merasa Sedih

Bangka1675 Dilihat
banner 468x60

BANGKA — Pasca aksi demo nelayan Desa Riding Panjang Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka beberapa hari lalu, membuat kegiatan penambangan di Teluk Kelabat Dalam khususnya perairan batu hitam Mengkubung berhenti sejak beberapa hari belakang.

Sejumlah masyarakat yang bergantung hidup pada aktivitas tambang itu nampak tertunduk lesu. Pasalnya mereka yang biasa memungut timah hasil penambangan laut, atau istilahnya Ngereman, terpaksa harus nganggur karena istilah bahasa Bangka nya “TI Dak Jalan”.

Sebut saja, Ros (51) janda paruh baya warga Bukit Mang Kadir, Kecamatan Belinyu, dia mengaku sehari Ngereman, pulang-pulang membawa 1 sampai 2 kilogram pasir timah.

” Kalau Bibik nih dek, rumahnya di Kampung Bukit Mang Kadir. Tiap hari kalau TI jalan, kami nyanting (ngereman). Syukur lah ibaratnya, dapat lah 1 kilo kadang 2 kilo timah untuk nyambung hidup,” ungkap Ros, Jum’at (15/12) mengutip dari Bangkapos.

Dia menceritakan, dirinya tidak dapat dana kompensasi karena bukan dari kampung yang terdampak langsung. Namun dirinya bersama ibu-ibu dari berbagai kampung setiap hari pergi ke ponton- ponton untuk nyanting dengan keikhlasan penambang dengan menyewa kapal. Setiap orang dikenakan biaya Rp 70 Ribu pulang pergi oleh pemilik kapal.

” Bersyukur pak hasil dapet dikasih penambang dapatlah seratus ribu sehari men stop cem ni kami makan apo pak,” kata dia.

Sementara Len warga lainnya yang bergantung hidup dengan ngereman, menganggap hal itu dengan kritis. Menurutnya, jika penambangan itu di stop total. Apakah mereka akan dikasih makan.

“Men dirusuh stop oleh orang orang tu apo die urang nak ngasih kamek makan,” ucap Len, dengan logat Belinyu, lantaran kurang pasih berbahasa Indonesia.

Len melanjutkan, sang suami memanfaatkan kapal nelayan milik orang tua untuk mengantar jemput penambang dan ibu-ibu yang setiap harinya ngereman.

” Laki ku ngantar orang pake kapal orang tua yang dulu nelayan. Ku ikut nyanting jadi kami bergantung nian ke tambang di Teluk Kerabat Dalam ni Pak,” kata dia.

Dono (36) warga Kampung Mengkubung mengungkapkan, saat ini hanya ada tersisa sekitar 8 orang yang masih bertahan sebagai nelayan.

Sisanya kata dia, nyambil menjadi penambang atau berkerja ditambang-tambang laut seperti dirinya. Maka dari itu kata dia, menjadi pertanyaan masyarakat saat demo di Kantor Gubenur dan Polda Kepulauan Bangka Belitung.

” Entah siapa yang demo kemarin Pak, nelayan kami paling tinggal 8 orang. Saat ini juga saya dari SMP sudah ikut nambang,” kata Dono

Sejak 2 Bulan terakhir setidaknya para penambang beroperasi dalam 3 sesi. Dari hasil beberapa kelompok penambang menyisihkan kompensasi kepada warga terdampak langsung dibeberapa kampung.

Mereka yang mendapatkan kompensasi terdiri dari 230 KK di 5 kampung atau dusun di Desa Riding Panjang Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka. Antara lain di Dusun Mengkubung, Dusun Padang Labu, Dusun Pudak, Dusun Jungli dan Dusun Bukit Tulang.

Hal itu diungkapkan Agus, salah satu koordinator tambang yang ada di perairan Teluk Kelabat Dalam. Pria asal Dusun Tanjung Batu itu mengatakan, sudah 3 penyerahan kompensasi dilakukan.

” Jadi ada 3 kali kegiatan yang dilakukan tidak terus menerus karena berbagai masalah jika ditotal sekitar Rp. 345 Juta untuk kompensasi bagi sekitar 230 KK yang sudah disalurkan ke warga terdampak langsung. Tapi tidak semua kelompok penambang yang menyisihkan kompensasi untuk masyarakat,” ungkapnya.

Tak menampik kata Agus, tidak sedikit warga yang bergantung hidup di tambang laut. Dia berharap, kegiatan itu tetap berjalan.

” Harapan masyarakat ya tetap beraktifitas tambang disana karena berdampak membantu ekonomi masyarakat dari bebagai sisi,” ujarnya. (Edho)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *