BANGKA – Agus, pria ini mendadak viral lantaran adanya penambangan di sungai rumpak, dusun Mengkubung, Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu.
Pasalnya, dia digadang-gadangkan sebagai koordinator penambangan di perairan sungai rumpak.
Agus memang dikenal sebagai koordinator penambangan. Namanya pun pernah diberitakan dengan perannya yang berkontribusi kepada masyarakat, seperti pembangunan tempat ibadah dan lainnya. Dan itu bukan sanjungan dari penulis belaka dan iming-iming tertentu.
Sementara beberapa pemberitaan sebelumnya, sosok Eko adalah pihak nelayan yang kerap menolak adanya aktifitas penambangan di perairan sungai rumpak, bahkan teluk kelabat dalam. Bahkan terang-terangan pada sejumlah media, Eko tak segan menyebutkan nama Agus sebagai koordinator tambang.
Agus yang berkenan ditemui di salah satu warkop di Belinyu, memberanikan diri untuk buka-bukaan soal masalah dia yang tenar di media lantaran adanya tambang laut di sungai rumpak.
Bak pepatah, ‘Terlanjur Basah, Ya Sudah Mandi Sekali’ dia membeberkan awal permasalahannya dengan kontranya kegiatan tambang yang kerap menyeret namanya.
Pertama-tama, Agus menuturkan tentang sejumlah berita tentangnya. Dari mulai soal kebal hukum, padahal kata dia, justru ada sebagian media baginya memberitakan tidak sesuai fakta. Namun justru kata Agus, komplain pun seakan nggak bisa.
” Buat berita bilang saya yang kebal hukum. Dan kemarin buat berita, ada yang nggak sesuai fakta. Nggak bisa dituntut, mau ngelapor kemana kita? Mau fitnah, artinya kebal hukum. Jadi seenak mereka lah nulis saya,” ujarnya, Senin (28/10) pagi.
Kemudian dari itu, dia tanpa alasan apapun buka-bukaan soal nelayan yang kerap menolak terkait penambangan yang dilakukannya.
Kata Agus, jika dihitung jumlah nelayan di teluk kelabat dalam, jumlahnya pun kata dia mencapai ratusan orang. Dan yang komplain kata dia, hanya terhitung beberapa orang saja.
” Memang si nelayan Eko itu sudah dari dulu komplain di seputaran teluk kelabat itu. Dengan alasan nutup alur nelayan, alur nelayan nggak dikerjain mereka bilang bakau. Pokoknya banyak alasannya. Intinya kan nelayan yang komplain. Padahal, nelayan teluk kelabat itu ratusan orang. Di pusuk itu saja setahu saya ratusan orang kalau nelayannya, kenapa cuma 8 orang, dari dulu komplain sampai sekarang,” jelasnya.
Hembusan bakal adanya aksi kepada aparat kata Agus, tak jarang didengarkan. Karena kata dia, yang berkecimpung di penambangan sungai rumpak itu adalah warga Dusun Mengkubung
” Dan sedikit-sedikit menghembuskan dengan Aparat mau demo, mau demo. Demo apa kalau 8 orang. Jangan sampai kami yang menghembuskan demo, itu ribuan orang bergantung dengan tambang. Soalnya yang berkecimpun di penambangan di sungai rumpak ini banyak warga Mengkubung, ada yang nyanting ada yang jaga malam. Orang kampung mereka lah yang sebenarnya kerja kerja disitu,” kata dia.
Disambungkan Agus, dia mengaku pos penimbangan miliknya atau istilahnya pos pam, pernah didatangi sejumlah nelayan. Yang pada saat itu kata Agus, diakomodir oleh Eko cs, pada saat bekerja di perairan pulau padi. Dan pada saat itu, ada dua kubu lainnya juga bekerja di perairan itu.
Saat itu pengakuannya, mereka diminta untuk mundur dari perairan itu. Agus pun mengaku, saat itu bersedia mundur, dengan syarat kubu lainnya juga melakukan hal yang sama.
Namun alih-alih sama kata Agus, hanya kubunya saja yang mundur dari perairan pulau padi itu. Dan dia pun sempat bertanya kepada nelayan. Namun kata dia, jawabannya tidak mengenakkan. Dan mulai saat itu lah, istilah iba nya sudah tercatat goresan di hati.
” Dulu Eko tu pernah datang ke pos pam kami waktu kami bekerja di pulau padi. Dan waktu itu ada dua kubu yang kerja, waktu itu dia minta kami menyingkir. Dan itu kami terima, dengan syarat tarik juga kubu yang lainnya itu. Oke kata dia siap. Nah, besok pagi kami narik keluar nggak kerja lagi disitu. Dan kenyataannya, dua kubu itu masih lah kerja disitu. Dan saya komplain lah waktu itu sama Wisnu nelayan juga dia, kenapa kami sudah tarik, 2 kubu lainnya belum. Dijawab dia, bukan urusan kami, kami bukan jaga laut. Nah, dari itu saya agak kurang terima dengan pernyataan itu. Saya sudah nurut, lihat saja episode selanjutnya. Saya juga warga pribumi Belinyu soalnya, dan masyarakat yang kerja juga pribumi,” jelasnya panjang lebar.
Masih kata Agys, pria yang dikenal sebagai pemilik komunitas B 1450BAE Entertaint itu semakin blak-blakan ternyata. Kirain penulis, dia hanya buka-bukaan sampai disitu saja.
Agus melanjutkan dengan tegas dan terbuka, lokasi yang dikerjakan sekarang adalah lokasi bekas dan pernah dilakukan penambangan sebelumnya.
Dan kata dia, jarak ratusan meter dari penambangan sungai rumpak ada juga sejumlah tambang laut menggunakan sistem ti rajuk.
Bahkan ditutup oleh dia, peran nelayan yang komplain kepadanya itu seperti apa. Sebabnya, sudah terlanjur dia kerap disorotkan tentang penambangan itu. Bahkan kata dia, jika menuntut pribumi dia pun warga pribumi Kecamatan Belinyu. Dan yang berkecimpung di tambang itu juga kata dia, banyak warga pribumi.
” Yang mereka komplain disitu sekarang kan yang pertama lokasi bekas, kedua paling jarak ratusan meter dari sungai rumpak itu banyak ti rajuk. Contoh di pantai Mengkubung, di dekat-dekat pelabuhan mereka lah separuh itu. Tapi nggak ada mereka nyuarain di media dan hanya kami tersorot. Kami yakin juga dari dulu kalau orang luar kerja disitu nggak ada mereka komplain. Dan sementara kami, warga Belinyu dan yang kerja juga warga Mengkubung, Eko tetap komplain dimana pun kami bekerja. Jadi munafik Eko tuh. Dan satu lagi ya, Eko itu bukan nelayan, dia itu tengkulak ikan (pengepul ikan) Asal sudah musim barat kayak gini, angin kencang, gelombang besar, susah nyari ikan, asal hasil kurang nuduh penambang,” demikian Agus.
Sementara dari itu, Ankar, salah satu pihak penambang yang dijumpai mengaku bekerja di perairan sungai rumpak itu minim hasil. Pria penambang asal Kecamatan Belinyu itu menambang di perairan itu hanya untuk menyambung hidup saja.
” Kalau hasil nggak munafik lah. Sudah kurang, dapat satu mangkok aja, belum potong solar, makan pekerja. Yaa buat nyambung hidup saja lah,” kata Ankar. (Red)