BANGKA — Puluhan warga Dusun Mengkubung dan RT Padang Labu, Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu nampak berkumpul di pesisir pantai Mengkubung, Rabu (29/11) siang. Bahkan sebagian dari mereka juga ada yang berstatus nelayan dari Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu dan teluk kelabat dalam.
Mereka nampak antusias mendukung kegiatan tambang laut yang ada di perairan batu hitam. Berdasarkan informasi yang beredar para warga itu berkumpul untuk menunggu sejumlah warga yang menyatakan menolak kegiatan tambang di perairan batu hitam. Jika dihitung pun jumlahnya mencapai ratusan orang yang mendukung kegiatan penambangan itu.
Nampak dalam aksi itu, puluhan warga yang notabane nya Ibu Rumah Tangga nampak bersorak supaya tambang laut di batu hitam tetap berjalan. Bahkan suara mereka pun mendukung kelompok yang dikoordinir Ismail yang disebut sebagai Kadus Tanjung Batu.
” Jalan, setuju. Kami setuju, pokoknya setuju. Punya Pak Kadus jalan lah,” sorak para Emak-Emak, yang terdiri dari warga Dusun Mengkubung dan RT Padang Labu.
Bahkan mereka pun menganggap, kelompok tambang yang dikoordinir Ismail memberikan kontribusi yang jelas.
” Pak Kadus jelas ! Kemarin sudah bagi kompensasi,” seru para Emak-Emak.
Sementara Ismail, yang disebut-sebut sebagai koordinator tambang ilegal di perairan teluk kelabat dalam menjawab konfirmasi wartawan melalui telepon selulernya.
Ismail mengatakan, dia bersama rombongan penambangnya masuk ke perairan batu hitam lantaran permintaan warga Dusun Mengkubung sendiri.
” Begini ya, kalau sengaja mau kerja disitu nggak ada sebenarnya. Tapi para warga Mengkubung dan Padang Labu sendiri yang minta kita ngurus disitu,” kata Ismail, Rabu sore.
Ismail membeberkan, pihaknya sudah memberikan kompensasi kepada warga Dusun Mengkubung dan Padang Labu beberapa pekan lalu. Besarannya kata dia adalah Rp. 70 Juta, yang dikumpulkan selama bekerja 3 hari di perairan batu hitam.
Ismail melanjutkan, kelompoknya pun sebenarnya sudah menarik rombongannya dari perairan itu. Namun kata dia, warga setempat mendesak supaya tetap rombongannya tetap bekerja di batu hitam. Karena kata dia, ada 4 kelompok atau kubu lainnya yang bekerja di perairan Mengkubung dan Batu Hitam.
Kata Ismail, masyarakat Dusun Mengkubung pun banyak yang berkecimpung dalam kegiatan pertambangan laut.
” Sebenarnya kami sudah mundur, setelah ngasih kompensasi kemarin. Kita salurkan Rp. 70 Juta selama kerja 3 hari. Itu memang hak warga. Nah para warga itu minta kita yang kerja. Kalau secara realnya, banyak masyarakat Dusun Mengkubung yang kerja tambang, ada ponton. Panitia kami juga ada dari warga Mengkubung, Pudak, Padang Labu, Riding Panjang. Ditambah juga, disitu dari Mengkubung sampai Batu Hitam itu banyak kubu yang kerja, bukan cuma saya saja,” bebernya.
Kata Ismail, selanjutnya rombongannya memberikan kompensasi kepada warga Dusun Mengkubung yaitu sebesar Rp. 52 Juta.
” Minggu kemarin kita kerja lagi 5 hari. Kita kasih lagi Rp. 52 Juta kepada warga,” ujarnya.
Masih kata Ismail, kerapnya pemberitaan yang menyudutkan dirinya membuatnya menarik diri dari aktivitas pertambangan laut di perairan Batu Hitam.
” Yaa karena pemberitaan yang miring ataupun menyudutkan saya. Dan saya rasa itu sepihak, kita pilih mundur saja dari Batu Hitam. Intinya supaya kondusif lah. Nggak mau ribut. Walaupun ada 4 kubu lainnya juga yang kerja,” ujarnya.
Persoalan pertambangan laut di perairan teluk kelabat dalam terkadang tak habis jika dibicarakan. Tak sedikit media siber memberitakan tentang aktivitas itu. Dari mulai statusnya yang ilegal, nelayan yang menolak, aktor dan cukong tambang bahkan penindakan dari aparat keamanan. Tak sedikit pula sejumlah orang terseret ke ranah hukum.
Salah seorang wanita paruh baya sebut saja May (55) warga Kecamatan Belinyu, saat dihampiri wartawan di seputar perairan teluk kelabat dalam mengaku, dirinya setiap hari mencari sesuap nasi dengan cara Ngereman atau istilahnya memungut hasil timah dari penambang.
Sejak kurang lebih 3 tahun belakang, dirinya menekuni pekerjaan itu. Bahkan kata May, dia membawa kue yang ditukarkan dengan timah.
” Sudah hampir 3 atau 4 tahun zaman TI laut ini lah kerjaan cuma nyanting (Ngereman). Sama Ibu-Ibu dari Tanjung Batu ada, dari Bukit Tulang ada, banyak lah. Dari Belinyu juga ada. Kalau ngereman bawa kue, nanti tukar dengan penambang itu dikasih timah,” kata May.
Dalam sehari, May bisa mendapatkan pasir timah sebanyak 2 sampain3 kilogram. Yang jika di uangkan bisa mencapai Rp. 300 Ribu. (Edho)